Sabtu, 05 Desember 2009

BEBERAPA TEKNIK PEMBELAJARAN PARTISIPATIF

Banyak sekali teknik pembelajaran yang dapat dipakai dalam pembelajaran partisipatif. Masing-masing teknik mempunyai kekuatan dan kelemahan. Selain itu, masing-masing teknik mungkin lebih cocok dilakukan pada tahap tertentu, tetapi beberapa teknik dapat dipakai pada beberapa tahap pembelajaran yang berbeda. Untuk menyederhanakan pembahasan, dan untuk memusatkan perhatian pembaca, di sini hanya dipilih beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh penulis. Sebaiknya Anda mendalami teknik-teknik pembelajaran yang dibahas di sini, dan berusaha untuk menerapkannya dalam pelatihan yang akan Anda adakan, sampai Anda merasa mantap menggunakannya. Setelah itu Anda dapat menambah perbendaharaan teknik pembelajaran yang Anda kuasai dengan memperlajari teknik-teknik yang lain. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) yang sudah terbukti unggul dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik.

Berikut ini diberikan gambaran umum tentang beberapa teknik pembelajaran partisipatif.

1. Teknik Delphi:
Teknik Delphi digunakan untuk menghimpun keputusan-keputusan tertulis yang diajukan oleh sejumlah calon peserta didik atau para pakar yang tempat tinggalnya terpisah-pisah dan mereka tidak dapat berkumpul atau tidak dapat bertemu muka dalam menentukan keputusan-keputusan itu. Keputusan-keputusan tersebut menyangkut tujuan kegiatan belajar, perencanaan kegiatan, pemecahan masalah yang dihadapi bersama, dan lain sebagainya. Karena itu teknik ini sangat cocok dipakai pada tahap perencanaan program.
Teknik Delphi pada dasarnya merupakan proses kegiatan kelompok dengan menggunakan jawaban-jawaban tertulis dari para calon peserta didik atau para pakar terhadap pertanyaan-pertanyaan tertulis yang diajukan kepada mereka. Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan para calon peserta didik atau para pakar dalam membuat keputusan bersama sehingga keputusan-keputusan itu lebih berbobot dan menjadi milik bersama.
Teknik Delphi tidak mensyaratkan peserta didik dan para pakar untuk berkumpul atau bertemu muka. Karena itu teknik ini sangat berguna untuk melibatkan pimpinan lembaga dan masyarakat dalam memberika masukan terhadap rencana pelatihan.
Teknik Delphi pada dasarnya merupakan rangkain pertanyaan yang bertahap dan berkelanjutan. Pertanyaan-pertanyaan pertama memerlukan jawaban-jawaban yang bersifat umum seperti tentang tujuan program kegiatan belajar, masalah dan pemecahannya. Pertanyaan berikutnya disusun dan dikirimkan kembali kepada responden berdasarkan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan pertama. Proses tanya jawab ini berakhir apabila kesepakatan di antara calon peserta didik atau para pakar telah tercapai setelah informasi yang lengkap terkumpul.
Langkah-langkah pelaksanaan teknik ini adalah sebagai berikut:
a. Pelatih atau perencana program menyusun daftar pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan, kebutuhan belajar, tujuan belajar, masalah dan hambatan, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan rencana program.
b. Pelatih atau perencana program menghubungi para calon peserta didik atau para pakar yang akan terlibat dalam pelatihan. Untuk itu dapat dipakai berbagai sarana komunikasi yang tersedia, seperti surat, telepon, e-mail dan lain-lain. Pada kesempatan ini pelatih memperkenalkan diri kepada calon peserta, menjelaskan kepada peserta bahwa mereka akan dikirimi daftar pertanyaan. Pelatih juga perlu menjelaskan bahwa informasi yang diberikan oleh peserta akan berguna untuk merancang pelatihan yang akan memenuhi kebutuhan mereka, dan memotivasi mereka untuk melibatkan diri secara aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
c. Pelatih atau perencana program mengirimkan daftar pertanyaan, dan meminta peserta untuk mengisi dan mengembalikan daftar pertanyaan tersebut kepada pelatih.
d. Pelatih atau perencana program menganalisa jawaban-jawaban yang diberikan, dan merumuskan kesimpulan.
e. Berdasarkan hasil analisa di atas, pelatih atau perencana program membuat lagi pertanyaan-pertanyaan yang lebih khusus dan terperinci.
f. Pelatih atau perencana program melakukan langka (c) dan (d).
g. Pelatih atau perencana program merumuskan dan menetapkan keputusan berdasarkan informasi tersebut.

2. Diad
Teknik diad atau berpasangan merupakan teknik belajar partisipatif yang melibatkan dua orang yang berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Teknik diad sangat cocok dilakukan pada tahap pembinaan keakraban, khususnya kalau peserta belum saling mengenal. Teknik ini digunakan agar peserta lebih mengenal satu sama lain dan lebih akrab, sehingga akan mengurangi atau meniadakan hambatan komunikasi di antara para peserta. Hal ini perlu dilakukan agar peserta pelatihan dapat lebih ikut terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tetapi teknik diad bukan hanya dipakai pada tahap perkenalan, melainkan dapat dipakai pada tahap pembelajaran lain yang menuntut pemikiran yang tajam dan mendalam.
Teknik diad dapat dilakukan dengan cara yang cukup sederhana, bahkan oleh orang-orang yang belum berkenalan satu sama lain. Pada tahap perkenalan, teknik ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Mula-mula pelatih meminta peserta untuk mencari seorang pasangan dari antara peserta yang lain. Kalau dilakukan pada tahap pembinaan keakraban, sebaiknya peserta mencari pasangan yang belum dikenal.
b. Kemudian pelatih memberikan pokok-pokok yang harus ditanyakan secara bergantian oleh masing-masing pasangan, misalnya: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, minat, kegemaran, latar belakang keluarga, alasan mengikuti pelatihan, dll. Untuk membuat pembelajaran lebih menarik, dapat pula ditanyakan pengalaman yang paling lucu atau berkesan. Hasil wawancara disusun secara tertulis berdasarkan urutan pertanyaannya.
c. Apabila pasangan diad sudah selesai saling mewawancarai, masing-masing peserta diminta memperkenalkan pasangannya kepada seluruh kelompok. Cara memperkenalkannya dapat diselingi dengan guyonan, nyanyian, deklamasi, dan sebagainya.
d. Pelatih dapat memberikan komentar singkat setelah setiap pasangan melaporkan hasil wawancaranya. Sebaiknya komentar yang diberikan merupakan humor, tetapi jangan sampai menyakiti hati orang yang dikomentari.

3. Curah Pendapat (Brainsorming):
Curah pendapat adalah teknik pembelajaran yang dipakai untuk menghimpun gagasan dan pendapat untuk menjawab pertanyaan tertentu, dengan cara mengajukan pendapat atau gagasan sebanyak-banyaknya. Curah pendapat dilakukan dalam kelompok yang pesertanya memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini akan memberikan peluang untuk mendapatkan sebanyak mungkin pendapat atau gagasan yang berbeda. Pada kegiatan curah pendapat, yang ditekankan adalah menghasilkan pendapat atau gagasan yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat.
Dalam pelaksanaan teknik ini setiap peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atau gagasannya. Pelatih atau fasilitator atau peserta yang tidak sedang menyampaikan pendapat tidak boleh menyanggah atau memberikan komentar terhadap pendapat atau gagasan yang disampaikan oleh peserta yang sedang berbicara, tetapi menerima saja setiap pendapat atau gagasan yang disampaikan.
Kegiatan curah pendapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pelatih menyusun pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pembelajaran. Sebagai contoh, pelatih dapat menanyakan apa yang diperlukan peserta untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
b. Pelatih mengajukan pertanyaan tersebut kepada peserta. Kemudian pelatih memberikan waktu 2-3 menit kepada setiap peserta untuk memikirkan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Perlu pula dijelaskan bahwa setiap peserta hanya perlu menyampaikan pendapatnya, tidak boleh megkritik atau menyela pendapat orang lain.
c. Pelatih dapat berperan sebagai juru tulis yang mencatat pendapat atau gagasan itu di papan tulis atau pada kertas (flipchart) yang disediakan, atau menunjukkan seorang dari peserta untuk melaksanakan tugas tersebut.
d. Sesudah peserta diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya, peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas. Setiap pendapat akan ditulis di papan tulis atau kertas yang sudah disediakan. Pelatih dapat memberi batasan waktu untuk melakukan kegiatan ini, misalnya 5 atau 10 menit.
e. Sesudah waktu habis, pendapat atau gagasan yang terkumpul dapat dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Pada akhirnya tim dapat memgevaluasi pendapat-pendapat yang sudah terkumpul.

4. Kelompok Kecil:
Kelompok kecil terdiri dari dua orang atau lebih. Kelompok ini dapat terdiri dari orang-orang yang memiliki minat dan keahlian yang sama (homogen), dapat juga terdiri dari orang-orang yang memiliki minat atau keahlian yang berbeda (heterogen). Pemilihan kelompok homogen atau heterogen ditentukan oleh tugas yang diberikan atau masalah yang dihadapi. Kalau tugas yang diberikan masih dalam tahap penjajagan dan memerlukan pemikiran yang meluas, lebih baik kalau membentuk kelompok-kelompok yang heterogen. Tetapi kalau tugas atau masalah yang dihadapi memerlukan pemikiran yang tajam dan mendalam, mungkin lebih baik kalau membentuk kelompok-kelompok yang homogen.
Setiap kelompok dapat membahas pokok pikiran atau topik bahasan tertentu. Dalam kelompok kecil peserta dapat mengungkapkan pikiran, gagasan atau pendapat tentang pokok pikiran atau topik yang dibahas. Melalui kegiatan ini peserta dapat tukar menukar informasi tentang topik yang dibahas sehingga dapat dicapai kesepakatan di antara peserta. Hasil dari diskusi kelompok kecil ini kemudian dapat dibagikan dalam kelompok besar, yaitu di hadapan seluruh peserta yang lain.
Kegiatan diskusi kelompok kecil dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sebelum diskusi dilangsungkan, pelatih menghimpun sebanyak-banyaknya informasi yang berhubungan dengan pokok pikiran atau topik yang akan dibahas.
b. Pelatih menyusun uraian suatu topik dan masalah yang ada. Uraian topik ini mungkin berupa pernyataan-pernyataan atau uraian pendek dalam bentuk cerita. Pada akhir uraian, pelatih melontarkan masalah, baik dalam bentuk pertanyaan maupun dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Perlu pula dicantumkan lamanya waktu yang disediakan untuk membahas topik itu.
c. Sebelum meminta peserta untuk memulai diskusi, pelatih perlu menjelaskan topik yang akan dibahas, tujuan pembahasan dan cara-cara diskusi secara demokratis, serta mendorong semua peserta untuk ikut terlibat secara aktif dalam diskusi.
d. Kemudian pelatih menyarankan agar peserta membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari 3-5 orang anggota. Dapat pula ditunjuk seorang yang menjadi pemimpin kelompok, dan seorang yang menjadi penulis.
e. Pelatih membagikan lembaran yang berisi uraian topik serta tugas atau masalah yang harus dijawab oleh masing-masing kelompok, dan mempersilakan masing-masing kelompok untuk melakukan diskusi. Pelatih perlu mengingatkan masing-masing kelompok bahwa hasil diskusi mereka akan dilaporkan dalam kelompok besar atau di hadapan semua peserta yang lain. Pelatih perlu pula mengingatkan peserta lamanya waktu yang disediakan untuk melakukan diskusi.
f. Ketika diskusi berjalan, pelatih perlu sesekali berjalan menghampiri kelompok-kelompok yang sedang berdiskusi, dan memperhatikan jalannya diskusi. Ada kalanya pelatih perlu memberikan arahan atau mengingatkan kembali topik yang sedang dibahas kalau pembicaraan terlihat menyimpang dari yang diharapkan. Tetapi pelatih perlu membatasi komentar yang diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa semakin sedikit komentar atau arahan yang diberikan pelatih, semakin hidup pembahasan yang dilakukan. Karena itu arahan atau komentar dari pelatih hanya perlu diberikan kalau pembahasan sudah cukup jauh menyimpang, atau kalau ada satu orang peserta yang mendominasi pembicaraan.
g. Kalau waktu sudah habis dan pembahasan belum selesai, pelatih mungkin perlu menawarkan tambahan waktu. Tetapi perlu diingat bahwa tambahan waktu sebaiknya tidak diberikan terlalu banyak, karena akan menggangu jalannya kegiatan pembelajaran. Karena itu pada waktu persiapan pelatih perlu memikirkan dan merencanakan alokasi waktu ini dengan sangat cermat.
h. Sesudah pembahasan dalam kelompok kecil selesai, pelatih meminta setiap kelompok untuk membagikan hasil diskusi mereka dalam kelompok besar. Pelatih dapat memimpin diskusi kelompok besar ini.
i. Pelatih bersama peserta membahas dan menyimpulkan hasil-hasil diskusi kelompok kecil, sehingga menghasilkan kesimpulan bersama.
j. Pelatih perlu pula memberi kesempatan bagi peserta untuk mengevaluasi jalannya diskusi dan hasil, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Hal ini akan memberikan kesempatan peserta untuk merenungkan kembali proses belajarnya dan mengambil pelajaran yang penting dari kegiatan itu.

5. Kunjungan Lapangan dan Praktek Lapangan:
Kunjungan lapangan dan praktek lapangan adalah teknik yang digunakan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan para peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang telah mereka peroleh, dengan mempraktekkannya di lapangan atau dalam kehidupan nyata, dalam pekerjaan atau tugas yang sebenarnya. Teknik ini sangat tepat digunakan untuk membina dan meningkatkan kemampuan peserta dengan menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Penyusunan rencana kunjungan lapangan dan praktek lapangan didasarkan atas kebutuhan belajar yang dirasakan dan diungkapkan oleh para peserta didik. Kebutuhan belajar itu dapat pula ditambah dengan kebutuhan yang diungkapkan pelatih, lembaga pengutus peserta dan masyarakat. Dengan demikian rencana itu dapat disetujui oleh peserta dan pelatih serta lembaga dan masyarakat. Rencana itu memuat komponen-komponen antara lain tujuan belajar yang ingin dicapai melalui kunjungan lapangan dan praktek lapangan, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, pembagian tugas, pengaturan penempatan peserta di lapangan, jadwal dan waktu kegiatan, laporan proses dan hasil studi, serta tindak lanjut yang perlu dilakukan.
Tujuan penggunaan teknik ini adalah agar para peserta memperoleh pengalaman langsung dari daerah-daerah yang dikunjungi serta memperoleh pengalaman belajar dari kegiatan lapangan, seperti tentang latihan dan pekerjaan dalam dunia nyata. Di samping itu teknik ini dapat digunakan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang baru diperoleh peserta dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
Dalam kunjungan dan praktek lapangan, peserta melakukan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan nyata sehari-hari, tetapi peserta masih mendapatkan pengawasan dan bimbingan pelatih. Karena itu peserta dapat memperoleh keuntungan dari pengalaman nyata sekaligus rasa aman karena tersedianya pengawasan dan bimbingan pelatih, yang memungkinkannya berkonsultasi bila memghadapi masalah yang terlalu rumit untuk dipecahkannya sendiri.
Kegiatan kunjungan lapangan dan praktek lapangan dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pelatih bersama peserta didik mengidentifikasi kebutuhan belajar dari peserta didik yang dapat dijadikan dasar untuk menyusun rencana kunjungan lapangan dan praktek lapangan.
b. Atas dasar kebutuhan belajar itu pelatih bersama peserta menyusun rencana kunjungan lapangan dan praktek lapangan. Rencana ini mencakup tujuan kunjungan dan praktek lapangan, lokasi, keahlian atau ketrampilan yang akan diterapkan, rangkaian kegiatan yang akan dilakukan, orang-orang yang terlibat, fasilitas dan alat-alat, dana, jadwal dan waktu kegiatan, dan lain sebagainya.
c. Pelatih menugaskan kepada peserta untuk menjajagi obyek yang akan dikunjungi, guna menyampaikan informasi tentang kunjungan dan untuk mengindentifikasi informasi yang berhubungan dengan kunjungan untuk dijadikan masukan guna memodifikasi dan menyempurnakan rencana pelaksanaan kunjungan lapangan.
d. Pelatih membantu peserta dalam melaksanakan kunjungan dan praktek lapangan, dengan kegiatan antara lain:
Mengarahkan dan memotivasi peserta untuk melakukan tugas dan kegiatan sebagaimana tercantum dalam rencana
Melakukan monitoring, supervisi dan evaluasi pelaksanaan kunjungan lapangan
e. Selaesai kunjungan lapangan, peserta menyusun laporan pelaksanaan tugas kunjungan lapangan.
f. Peserta mendiskusikan proses, hasil dan pengaruh kunjungan dan praktek lapangan.
g. Pelatih bersama peserta melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pelaksanaan kunjungan dan praktek lapangan.:

6. Evaluasi Diri (Self Evaluation):
Teknik ini secara khusus dipakai untuk mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Penggunaan teknik ini menuntut partisipasi yang sungguh-sungguh dari peserta didik. Evaluasi diri dilakukan dengan menjawab pernyataan-pernyataan yang sudah disediakan pada lembaran khusus. Evaluasi ini dapat dilakukan untuk menghimpun pendapat peserta didik antara lain terhadap proses kegiatan pembelajaran, bahan belajar, performa pendidik, dan pengaruh kegiatan belajar yang dirasakan oleh peserta didik. Evaluasi ini juga dapat digunakan untuk mengetahui pendapat peserta didik tentang perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang dirasakan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dibandingkan dengan sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kegiatan evaluasi diri dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pelatih menyusun lembaran tertulis yang berisi daftar pernyataan pendapat peserta.
b. Pelatih menyediakan lembaran tersebut sesuai dengan jumlah peserta.
c. Pelatih menyebarkan lembaran itu pada waktu yang bersamaan kepada para peserta didik untuk selanjutnya diisi oleh para peserta didik.
d. Setelah jawaban-jawaban itu dihimpun dan diolah, pelatih bersama peserta didik mendiskusikan hasil evaluasi. Hasil diskusi dijadikan bahan untuk perbaikan atau pengembangan program kegiatan pembelajaran.
e. Selesai melaksanakan langkah-langkah di atas, pelatih bersama peserta didik melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil penggunaan teknik ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar