Selasa, 01 Desember 2009

Perlunya Siswa Aktif Dalam Belajar

Kalau seorang anak berbuat kesalahan, apakah yang akan dilakukan orang tua, selain memukul, untuk menghukum anak tersebut? Menyuruhnya duduk diam di pojok kamar selama beberapa lama.

Jadi duduk diam lebih dari lima menit merupakan hukuman yang berat bagi seorang anak. Kalau demikianlah kenyataannya, mengapa para pendidik di negeri ini justru melakukan hal itu kepada anak-anak didiknya? Anak-anak dipaksa duduk diam mendengarkan guru/dosen berbicara selama berjam-jam setiap hari. Apa yang dapat diharapkan dari anak yang merasa terhukum ketika melakukan pembelajaran? Herankah kita bahwa anak-anak menjadi orang yang suka berkelahi, suka memberontak dan tidak punya inisiatif?

Berdasarkan penelitan neuroscience, otak memerlukan oksigen yang cukup untuk dapat berfungsi dengan baik. Jumlah oksigen yang dibawa ke otak akan meningkat kalau jumlah darah yang mengalir ke otak bertambah. Aliran darah ke otak lebih tinggi ketika tubuh bergerak aktif, daripada ketika duduk diam. Itulah sebabnya orang yang duduk diam cukup lama cenderung untuk mengantuk dan tertidur. Tetapi siapakah di antara kita yang pernah tertidur ketika bermain badminton, misalnya? Karena itu John Medina secara ekstrim mengajukan usul agar semua pelajaran dilakukan sambil berolah raga. Penulis tidak sependapat sepenuhnya dengan usulan ini. Tetapi penulis berpendapat bahwa sedapat mungkin dalam setiap pelajaran anak diajak untuk bergerak atau beraktivitas.

Selain membantu meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, gerakan atau aktivitas juga membantu anak mengingat pelajaran, karena kalau anak melakukan gerakan atau kegiatan ketika mempelajari suatu informasi, informasi tersebut dikodekan ke dalam memori jangka panjang bersama konteks kegiatannya. Jadi informasi tersebut dikodekan dalam dua moda memori: episodic memory (memori tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang) dan semantic memory (memori tentang pengetahuan umum). Misalnya, kalau anak belajar tentang satuan berat dengan menimbang tepung, gula dan mentega untuk membuat adonan kue bolu, misalnya, pengetahuan itu akan dikodekan dalam dua moda memori. Sedangkan kalau anak hanya mendengarkan guru memberitahu informasi, informasi tersebut disimpan hanya dalam bentuk semantic memory. Secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa informasi yang dikodekan dalam dua moda memori tentu lebih mudah diakses dan lebih sulit untuk dilupakan daripada informasi yang dikodekan dalam satu moda memori.

Aktivitas atau kegiatan juga memberi anak perasaan bahwa dia memegang kendali atas pembelajarannya. Ketika aktif melakukan berbagai kegiatan dalam pembelajarannya, anak merasa bukan sebagai penerima informasi yang pasif, tetapi sebagai peserta yang aktif mengendalikan proses pembelajarannya. Banyak penelitan tentang motivasi dalam pembelajaran menunjukkan bahwa persepsi seorang anak atas kendali pembelajarannya mempengaruhi motivasinya, dan pada gilirannya mempengaruhi prestasinya. Anak yang merasa bahwa dia memegang kendali atas pembelajarannya akan memiliki motivasi yang tinggi dan pada gilirannya akan memiliki prestasi yang tinggi.

Jadi tiga hal di atas merupakan alasan yang cukup kuat bagi pendidik untuk melakukan pembelajaran melalui kegiatan atau aktivitas. Banyak pilihan aktivitas yang dapat dipakai dalam proses pembelajaran: melakukan permainan seperti bola basket ketika belajar Matematika atau Fisika; melakukan kegiatan menari atau senam sambil belajar Bahasa Inggris; melakukan berbagai permainan ketika belajar Management. Siswa juga dapat melakukan praktek di laboratorium, atau di bengkel atau di dapur. Banyak sekali pilihannya. Dan semua kegiatan ini tidak harus membutuhkan biaya. Yang diperlukan adalah kreativitas untuk mengaitkan setiap konsep atau informasi dengan aktivitas yang mendukung pemerolehan konsep atau informasi tersebut. Memang hal ini tentu menuntut kerja yang lebih keras di pihak guru. Tetapi hasil yang dicapai akan memberikan kepuasan yang tidak ternilai bagi guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar