Jadi duduk diam lebih dari lima menit merupakan hukuman yang berat bagi seorang anak. Kalau demikianlah kenyataannya, mengapa para pendidik di negeri ini justru melakukan hal itu kepada anak-anak didiknya? Anak-anak dipaksa duduk diam mendengarkan guru/dosen berbicara selama berjam-jam setiap hari. Apa yang dapat diharapkan dari anak yang merasa terhukum ketika melakukan pembelajaran? Herankah kita bahwa anak-anak menjadi orang yang suka berkelahi, suka memberontak dan tidak punya inisiatif?
Berdasarkan penelitan neuroscience, otak memerlukan oksigen yang cukup untuk dapat berfungsi dengan baik. Jumlah oksigen yang dibawa ke otak akan meningkat kalau jumlah darah yang mengalir ke otak bertambah. Aliran darah ke otak lebih tinggi ketika tubuh bergerak aktif, daripada ketika duduk diam. Itulah sebabnya orang yang duduk diam cukup lama cenderung untuk mengantuk dan tertidur. Tetapi siapakah di antara kita yang pernah tertidur ketika bermain badminton, misalnya? Karena itu John Medina secara ekstrim mengajukan usul agar semua pelajaran dilakukan sambil berolah raga. Penulis tidak sependapat sepenuhnya dengan usulan ini. Tetapi penulis berpendapat bahwa sedapat mungkin dalam setiap pelajaran anak diajak untuk bergerak atau beraktivitas.
Selain membantu meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, gerakan atau aktivitas juga membantu anak mengingat pelajaran, karena kalau anak melakukan gerakan atau kegiatan ketika mempelajari suatu informasi, informasi tersebut dikodekan ke dalam memori jangka panjang bersama konteks kegiatannya. Jadi informasi tersebut dikodekan dalam dua moda memori: episodic memory (memori tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang) dan semantic memory (memori tentang pengetahuan umum). Misalnya, kalau anak belajar tentang satuan berat dengan menimbang tepung, gula dan mentega untuk membuat adonan kue bolu, misalnya, pengetahuan itu akan dikodekan dalam dua moda memori. Sedangkan kalau anak hanya mendengarkan guru memberitahu informasi, informasi tersebut disimpan hanya dalam bentuk semantic memory. Secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa informasi yang dikodekan dalam dua moda memori tentu lebih mudah diakses dan lebih sulit untuk dilupakan daripada informasi yang dikodekan dalam satu moda memori.
Aktivitas atau kegiatan juga memberi anak perasaan bahwa dia memegang kendali atas pembelajarannya. Ketika aktif melakukan berbagai kegiatan dalam pembelajarannya, anak merasa bukan sebagai penerima informasi yang pasif, tetapi sebagai peserta yang aktif mengendalikan proses pembelajarannya. Banyak penelitan tentang motivasi dalam pembelajaran menunjukkan bahwa persepsi seorang anak atas kendali pembelajarannya mempengaruhi motivasinya, dan pada gilirannya mempengaruhi prestasinya. Anak yang merasa bahwa dia memegang kendali atas pembelajarannya akan memiliki motivasi yang tinggi dan pada gilirannya akan memiliki prestasi yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar