Sabtu, 05 Desember 2009

BEBERAPA TEKNIK PEMBELAJARAN PARTISIPATIF

Banyak sekali teknik pembelajaran yang dapat dipakai dalam pembelajaran partisipatif. Masing-masing teknik mempunyai kekuatan dan kelemahan. Selain itu, masing-masing teknik mungkin lebih cocok dilakukan pada tahap tertentu, tetapi beberapa teknik dapat dipakai pada beberapa tahap pembelajaran yang berbeda. Untuk menyederhanakan pembahasan, dan untuk memusatkan perhatian pembaca, di sini hanya dipilih beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh penulis. Sebaiknya Anda mendalami teknik-teknik pembelajaran yang dibahas di sini, dan berusaha untuk menerapkannya dalam pelatihan yang akan Anda adakan, sampai Anda merasa mantap menggunakannya. Setelah itu Anda dapat menambah perbendaharaan teknik pembelajaran yang Anda kuasai dengan memperlajari teknik-teknik yang lain. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) yang sudah terbukti unggul dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik.

Berikut ini diberikan gambaran umum tentang beberapa teknik pembelajaran partisipatif.

1. Teknik Delphi:
Teknik Delphi digunakan untuk menghimpun keputusan-keputusan tertulis yang diajukan oleh sejumlah calon peserta didik atau para pakar yang tempat tinggalnya terpisah-pisah dan mereka tidak dapat berkumpul atau tidak dapat bertemu muka dalam menentukan keputusan-keputusan itu. Keputusan-keputusan tersebut menyangkut tujuan kegiatan belajar, perencanaan kegiatan, pemecahan masalah yang dihadapi bersama, dan lain sebagainya. Karena itu teknik ini sangat cocok dipakai pada tahap perencanaan program.
Teknik Delphi pada dasarnya merupakan proses kegiatan kelompok dengan menggunakan jawaban-jawaban tertulis dari para calon peserta didik atau para pakar terhadap pertanyaan-pertanyaan tertulis yang diajukan kepada mereka. Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan para calon peserta didik atau para pakar dalam membuat keputusan bersama sehingga keputusan-keputusan itu lebih berbobot dan menjadi milik bersama.
Teknik Delphi tidak mensyaratkan peserta didik dan para pakar untuk berkumpul atau bertemu muka. Karena itu teknik ini sangat berguna untuk melibatkan pimpinan lembaga dan masyarakat dalam memberika masukan terhadap rencana pelatihan.
Teknik Delphi pada dasarnya merupakan rangkain pertanyaan yang bertahap dan berkelanjutan. Pertanyaan-pertanyaan pertama memerlukan jawaban-jawaban yang bersifat umum seperti tentang tujuan program kegiatan belajar, masalah dan pemecahannya. Pertanyaan berikutnya disusun dan dikirimkan kembali kepada responden berdasarkan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan pertama. Proses tanya jawab ini berakhir apabila kesepakatan di antara calon peserta didik atau para pakar telah tercapai setelah informasi yang lengkap terkumpul.
Langkah-langkah pelaksanaan teknik ini adalah sebagai berikut:
a. Pelatih atau perencana program menyusun daftar pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan, kebutuhan belajar, tujuan belajar, masalah dan hambatan, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan rencana program.
b. Pelatih atau perencana program menghubungi para calon peserta didik atau para pakar yang akan terlibat dalam pelatihan. Untuk itu dapat dipakai berbagai sarana komunikasi yang tersedia, seperti surat, telepon, e-mail dan lain-lain. Pada kesempatan ini pelatih memperkenalkan diri kepada calon peserta, menjelaskan kepada peserta bahwa mereka akan dikirimi daftar pertanyaan. Pelatih juga perlu menjelaskan bahwa informasi yang diberikan oleh peserta akan berguna untuk merancang pelatihan yang akan memenuhi kebutuhan mereka, dan memotivasi mereka untuk melibatkan diri secara aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
c. Pelatih atau perencana program mengirimkan daftar pertanyaan, dan meminta peserta untuk mengisi dan mengembalikan daftar pertanyaan tersebut kepada pelatih.
d. Pelatih atau perencana program menganalisa jawaban-jawaban yang diberikan, dan merumuskan kesimpulan.
e. Berdasarkan hasil analisa di atas, pelatih atau perencana program membuat lagi pertanyaan-pertanyaan yang lebih khusus dan terperinci.
f. Pelatih atau perencana program melakukan langka (c) dan (d).
g. Pelatih atau perencana program merumuskan dan menetapkan keputusan berdasarkan informasi tersebut.

2. Diad
Teknik diad atau berpasangan merupakan teknik belajar partisipatif yang melibatkan dua orang yang berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Teknik diad sangat cocok dilakukan pada tahap pembinaan keakraban, khususnya kalau peserta belum saling mengenal. Teknik ini digunakan agar peserta lebih mengenal satu sama lain dan lebih akrab, sehingga akan mengurangi atau meniadakan hambatan komunikasi di antara para peserta. Hal ini perlu dilakukan agar peserta pelatihan dapat lebih ikut terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tetapi teknik diad bukan hanya dipakai pada tahap perkenalan, melainkan dapat dipakai pada tahap pembelajaran lain yang menuntut pemikiran yang tajam dan mendalam.
Teknik diad dapat dilakukan dengan cara yang cukup sederhana, bahkan oleh orang-orang yang belum berkenalan satu sama lain. Pada tahap perkenalan, teknik ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Mula-mula pelatih meminta peserta untuk mencari seorang pasangan dari antara peserta yang lain. Kalau dilakukan pada tahap pembinaan keakraban, sebaiknya peserta mencari pasangan yang belum dikenal.
b. Kemudian pelatih memberikan pokok-pokok yang harus ditanyakan secara bergantian oleh masing-masing pasangan, misalnya: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, minat, kegemaran, latar belakang keluarga, alasan mengikuti pelatihan, dll. Untuk membuat pembelajaran lebih menarik, dapat pula ditanyakan pengalaman yang paling lucu atau berkesan. Hasil wawancara disusun secara tertulis berdasarkan urutan pertanyaannya.
c. Apabila pasangan diad sudah selesai saling mewawancarai, masing-masing peserta diminta memperkenalkan pasangannya kepada seluruh kelompok. Cara memperkenalkannya dapat diselingi dengan guyonan, nyanyian, deklamasi, dan sebagainya.
d. Pelatih dapat memberikan komentar singkat setelah setiap pasangan melaporkan hasil wawancaranya. Sebaiknya komentar yang diberikan merupakan humor, tetapi jangan sampai menyakiti hati orang yang dikomentari.

3. Curah Pendapat (Brainsorming):
Curah pendapat adalah teknik pembelajaran yang dipakai untuk menghimpun gagasan dan pendapat untuk menjawab pertanyaan tertentu, dengan cara mengajukan pendapat atau gagasan sebanyak-banyaknya. Curah pendapat dilakukan dalam kelompok yang pesertanya memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini akan memberikan peluang untuk mendapatkan sebanyak mungkin pendapat atau gagasan yang berbeda. Pada kegiatan curah pendapat, yang ditekankan adalah menghasilkan pendapat atau gagasan yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat.
Dalam pelaksanaan teknik ini setiap peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atau gagasannya. Pelatih atau fasilitator atau peserta yang tidak sedang menyampaikan pendapat tidak boleh menyanggah atau memberikan komentar terhadap pendapat atau gagasan yang disampaikan oleh peserta yang sedang berbicara, tetapi menerima saja setiap pendapat atau gagasan yang disampaikan.
Kegiatan curah pendapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pelatih menyusun pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pembelajaran. Sebagai contoh, pelatih dapat menanyakan apa yang diperlukan peserta untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
b. Pelatih mengajukan pertanyaan tersebut kepada peserta. Kemudian pelatih memberikan waktu 2-3 menit kepada setiap peserta untuk memikirkan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Perlu pula dijelaskan bahwa setiap peserta hanya perlu menyampaikan pendapatnya, tidak boleh megkritik atau menyela pendapat orang lain.
c. Pelatih dapat berperan sebagai juru tulis yang mencatat pendapat atau gagasan itu di papan tulis atau pada kertas (flipchart) yang disediakan, atau menunjukkan seorang dari peserta untuk melaksanakan tugas tersebut.
d. Sesudah peserta diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya, peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas. Setiap pendapat akan ditulis di papan tulis atau kertas yang sudah disediakan. Pelatih dapat memberi batasan waktu untuk melakukan kegiatan ini, misalnya 5 atau 10 menit.
e. Sesudah waktu habis, pendapat atau gagasan yang terkumpul dapat dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Pada akhirnya tim dapat memgevaluasi pendapat-pendapat yang sudah terkumpul.

4. Kelompok Kecil:
Kelompok kecil terdiri dari dua orang atau lebih. Kelompok ini dapat terdiri dari orang-orang yang memiliki minat dan keahlian yang sama (homogen), dapat juga terdiri dari orang-orang yang memiliki minat atau keahlian yang berbeda (heterogen). Pemilihan kelompok homogen atau heterogen ditentukan oleh tugas yang diberikan atau masalah yang dihadapi. Kalau tugas yang diberikan masih dalam tahap penjajagan dan memerlukan pemikiran yang meluas, lebih baik kalau membentuk kelompok-kelompok yang heterogen. Tetapi kalau tugas atau masalah yang dihadapi memerlukan pemikiran yang tajam dan mendalam, mungkin lebih baik kalau membentuk kelompok-kelompok yang homogen.
Setiap kelompok dapat membahas pokok pikiran atau topik bahasan tertentu. Dalam kelompok kecil peserta dapat mengungkapkan pikiran, gagasan atau pendapat tentang pokok pikiran atau topik yang dibahas. Melalui kegiatan ini peserta dapat tukar menukar informasi tentang topik yang dibahas sehingga dapat dicapai kesepakatan di antara peserta. Hasil dari diskusi kelompok kecil ini kemudian dapat dibagikan dalam kelompok besar, yaitu di hadapan seluruh peserta yang lain.
Kegiatan diskusi kelompok kecil dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sebelum diskusi dilangsungkan, pelatih menghimpun sebanyak-banyaknya informasi yang berhubungan dengan pokok pikiran atau topik yang akan dibahas.
b. Pelatih menyusun uraian suatu topik dan masalah yang ada. Uraian topik ini mungkin berupa pernyataan-pernyataan atau uraian pendek dalam bentuk cerita. Pada akhir uraian, pelatih melontarkan masalah, baik dalam bentuk pertanyaan maupun dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Perlu pula dicantumkan lamanya waktu yang disediakan untuk membahas topik itu.
c. Sebelum meminta peserta untuk memulai diskusi, pelatih perlu menjelaskan topik yang akan dibahas, tujuan pembahasan dan cara-cara diskusi secara demokratis, serta mendorong semua peserta untuk ikut terlibat secara aktif dalam diskusi.
d. Kemudian pelatih menyarankan agar peserta membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari 3-5 orang anggota. Dapat pula ditunjuk seorang yang menjadi pemimpin kelompok, dan seorang yang menjadi penulis.
e. Pelatih membagikan lembaran yang berisi uraian topik serta tugas atau masalah yang harus dijawab oleh masing-masing kelompok, dan mempersilakan masing-masing kelompok untuk melakukan diskusi. Pelatih perlu mengingatkan masing-masing kelompok bahwa hasil diskusi mereka akan dilaporkan dalam kelompok besar atau di hadapan semua peserta yang lain. Pelatih perlu pula mengingatkan peserta lamanya waktu yang disediakan untuk melakukan diskusi.
f. Ketika diskusi berjalan, pelatih perlu sesekali berjalan menghampiri kelompok-kelompok yang sedang berdiskusi, dan memperhatikan jalannya diskusi. Ada kalanya pelatih perlu memberikan arahan atau mengingatkan kembali topik yang sedang dibahas kalau pembicaraan terlihat menyimpang dari yang diharapkan. Tetapi pelatih perlu membatasi komentar yang diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa semakin sedikit komentar atau arahan yang diberikan pelatih, semakin hidup pembahasan yang dilakukan. Karena itu arahan atau komentar dari pelatih hanya perlu diberikan kalau pembahasan sudah cukup jauh menyimpang, atau kalau ada satu orang peserta yang mendominasi pembicaraan.
g. Kalau waktu sudah habis dan pembahasan belum selesai, pelatih mungkin perlu menawarkan tambahan waktu. Tetapi perlu diingat bahwa tambahan waktu sebaiknya tidak diberikan terlalu banyak, karena akan menggangu jalannya kegiatan pembelajaran. Karena itu pada waktu persiapan pelatih perlu memikirkan dan merencanakan alokasi waktu ini dengan sangat cermat.
h. Sesudah pembahasan dalam kelompok kecil selesai, pelatih meminta setiap kelompok untuk membagikan hasil diskusi mereka dalam kelompok besar. Pelatih dapat memimpin diskusi kelompok besar ini.
i. Pelatih bersama peserta membahas dan menyimpulkan hasil-hasil diskusi kelompok kecil, sehingga menghasilkan kesimpulan bersama.
j. Pelatih perlu pula memberi kesempatan bagi peserta untuk mengevaluasi jalannya diskusi dan hasil, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Hal ini akan memberikan kesempatan peserta untuk merenungkan kembali proses belajarnya dan mengambil pelajaran yang penting dari kegiatan itu.

5. Kunjungan Lapangan dan Praktek Lapangan:
Kunjungan lapangan dan praktek lapangan adalah teknik yang digunakan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan para peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang telah mereka peroleh, dengan mempraktekkannya di lapangan atau dalam kehidupan nyata, dalam pekerjaan atau tugas yang sebenarnya. Teknik ini sangat tepat digunakan untuk membina dan meningkatkan kemampuan peserta dengan menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Penyusunan rencana kunjungan lapangan dan praktek lapangan didasarkan atas kebutuhan belajar yang dirasakan dan diungkapkan oleh para peserta didik. Kebutuhan belajar itu dapat pula ditambah dengan kebutuhan yang diungkapkan pelatih, lembaga pengutus peserta dan masyarakat. Dengan demikian rencana itu dapat disetujui oleh peserta dan pelatih serta lembaga dan masyarakat. Rencana itu memuat komponen-komponen antara lain tujuan belajar yang ingin dicapai melalui kunjungan lapangan dan praktek lapangan, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, pembagian tugas, pengaturan penempatan peserta di lapangan, jadwal dan waktu kegiatan, laporan proses dan hasil studi, serta tindak lanjut yang perlu dilakukan.
Tujuan penggunaan teknik ini adalah agar para peserta memperoleh pengalaman langsung dari daerah-daerah yang dikunjungi serta memperoleh pengalaman belajar dari kegiatan lapangan, seperti tentang latihan dan pekerjaan dalam dunia nyata. Di samping itu teknik ini dapat digunakan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang baru diperoleh peserta dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
Dalam kunjungan dan praktek lapangan, peserta melakukan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan nyata sehari-hari, tetapi peserta masih mendapatkan pengawasan dan bimbingan pelatih. Karena itu peserta dapat memperoleh keuntungan dari pengalaman nyata sekaligus rasa aman karena tersedianya pengawasan dan bimbingan pelatih, yang memungkinkannya berkonsultasi bila memghadapi masalah yang terlalu rumit untuk dipecahkannya sendiri.
Kegiatan kunjungan lapangan dan praktek lapangan dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pelatih bersama peserta didik mengidentifikasi kebutuhan belajar dari peserta didik yang dapat dijadikan dasar untuk menyusun rencana kunjungan lapangan dan praktek lapangan.
b. Atas dasar kebutuhan belajar itu pelatih bersama peserta menyusun rencana kunjungan lapangan dan praktek lapangan. Rencana ini mencakup tujuan kunjungan dan praktek lapangan, lokasi, keahlian atau ketrampilan yang akan diterapkan, rangkaian kegiatan yang akan dilakukan, orang-orang yang terlibat, fasilitas dan alat-alat, dana, jadwal dan waktu kegiatan, dan lain sebagainya.
c. Pelatih menugaskan kepada peserta untuk menjajagi obyek yang akan dikunjungi, guna menyampaikan informasi tentang kunjungan dan untuk mengindentifikasi informasi yang berhubungan dengan kunjungan untuk dijadikan masukan guna memodifikasi dan menyempurnakan rencana pelaksanaan kunjungan lapangan.
d. Pelatih membantu peserta dalam melaksanakan kunjungan dan praktek lapangan, dengan kegiatan antara lain:
Mengarahkan dan memotivasi peserta untuk melakukan tugas dan kegiatan sebagaimana tercantum dalam rencana
Melakukan monitoring, supervisi dan evaluasi pelaksanaan kunjungan lapangan
e. Selaesai kunjungan lapangan, peserta menyusun laporan pelaksanaan tugas kunjungan lapangan.
f. Peserta mendiskusikan proses, hasil dan pengaruh kunjungan dan praktek lapangan.
g. Pelatih bersama peserta melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pelaksanaan kunjungan dan praktek lapangan.:

6. Evaluasi Diri (Self Evaluation):
Teknik ini secara khusus dipakai untuk mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Penggunaan teknik ini menuntut partisipasi yang sungguh-sungguh dari peserta didik. Evaluasi diri dilakukan dengan menjawab pernyataan-pernyataan yang sudah disediakan pada lembaran khusus. Evaluasi ini dapat dilakukan untuk menghimpun pendapat peserta didik antara lain terhadap proses kegiatan pembelajaran, bahan belajar, performa pendidik, dan pengaruh kegiatan belajar yang dirasakan oleh peserta didik. Evaluasi ini juga dapat digunakan untuk mengetahui pendapat peserta didik tentang perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang dirasakan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dibandingkan dengan sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kegiatan evaluasi diri dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pelatih menyusun lembaran tertulis yang berisi daftar pernyataan pendapat peserta.
b. Pelatih menyediakan lembaran tersebut sesuai dengan jumlah peserta.
c. Pelatih menyebarkan lembaran itu pada waktu yang bersamaan kepada para peserta didik untuk selanjutnya diisi oleh para peserta didik.
d. Setelah jawaban-jawaban itu dihimpun dan diolah, pelatih bersama peserta didik mendiskusikan hasil evaluasi. Hasil diskusi dijadikan bahan untuk perbaikan atau pengembangan program kegiatan pembelajaran.
e. Selesai melaksanakan langkah-langkah di atas, pelatih bersama peserta didik melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil penggunaan teknik ini.

Kamis, 03 Desember 2009

Menanyakan Pertanyaan yang Tepat

Dalam pembelajaran tradisional, peranan pengajar adalah menyampaikan informasi dan berharap bahwa pembelajar akan menyerap informasi tersebut. Dalam pembelajaran transformasional, tidak ada pengajar. Setiap orang adalah pembelajar. Setiap orang yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran akan saling belajar dari satu sama lain. Tetapi supaya kegiatan belajar berlangsung dengan baik dibutuhan seorang fasilitator kegiatan belajar. Fasilitator kegiatan belajar, yang biasa disebut fasilitator atau mentor atau coach, berperan merencanakan kegiatan belajar, menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, memfasilitasi peserta melakukan interaksi dengan peserta yang lain dan dengan bahan pelajaran, serta mendorong peserta untuk melakukan penilaian atas pembelajarannya sendiri.

Tentu saja seorang fasilitator pembelajaran harus seorang yang menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang ingin dibagikan kepada para peserta. Seorang fasilitator yang belum menguasai pengetahuan atau ketrampilan dengan baik tidak akan dapat berbagi dengan nyaman.

Dalam setiap tahap pembelajaran, kunci keberhasilan seorang fasilitator pembelajaran adalah menanyakan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan adalah pertanyaan-pertanyaan terbuka yang membuka kemungkinan-kemungkinan, dan mengundang diskusi dan interaksi, baik di antara fasilitator pembelajaran dengan peserta, antara peserta dengan peserta yang lain, maupun antara peserta dengan bahan pelajaran atau dengan dunia.

Ada pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan pemimpin pembelajaran kepada dirinya sendiri, dan ada pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada peserta kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, pada tahap perencanaan pemimpin pembelajaran harus bertanya kepada dirinya sendiri pengetahuan, sikap dan ketrampilan apa yang diperlukan oleh calon peserta agar berhasil dalam kehidupannya atau tugasnya; apa yang perlu dilakukan agar peserta memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan ini.

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, pemimpin pembelajaran perlu menanyakan apa yang akan membuat peserta merasa aman untuk melibatkan diri dengan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; apa yang akan mendorong peserta untuk berkontribusi dalam proses pembelajaran; apa yang akan mendorong peserta merenungkan pengalaman belajarnya dan merumuskan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperolehnya.

Pada tahap evaluasi, pemimpin pembelajaran perlu menanyakan apa yang akan mendorong peserta untuk menilai dengan jujur apa yang sudah dicapainya melalui kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan; apa yang akan mendorong peserta untuk menerapkan apa yang sudah dipelajarinya dalam pekerjaan atau kehidupannya; apa yang akan mendorong peserta untuk selalu mengembangkan apa yang sudah dipelajarinya itu.

Selain pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada dirinya sendiri, pemimpin kegiatan belajar juga harus menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada peserta pembelajaran.

Pada tahap perencanaan, pemimpin pembelajaran perlu menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang akan mendorong peserta menilai kemampuannya saat ini dan memikirkan apa yang masih dibutuhkannya untuk berhasil dalam tugasnya. Berikut adalah contoh-contoh pertanyaan yang dapat ditanyakan: Apa yang sudah Anda pelajari tentang tugas yang akan Anda lakukan dalam pekerjaan Anda? Apa yang pernah Anda lakukan berkaitan dengan tugas itu? Apakah ada komponen-komponen tugas yang Anda rasa masih belum menguasai sepenuhnya? Apa yang masih ingin Anda ketahui atau pelajari berkaitan dengan tugas itu?

Pada tahap pelaksanaan, pemimpin pembelajaran perlu menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang akan mendorong peserta untuk merenungkan pengalamannya sebelumnya, mencoba mendiskusikan berbagai kemungkinan untuk meningkatkan kemampuannya memecahkan masalah, dan mendorong peserta memikirkan cara-cara untuk menerapkan apa yang dipelajarinya. Pertanyaan-pertanyaan berikut mungkin dapat menolong pada tahap ini: Pengalaman apa yang pernah Anda alami berkaitan dengan situasi ini? Diskusikanlah bagaimana kelompok Anda akan menyelesaikan malasah ini? Konsep atau pengetahuan apa yang Anda pelajari dari proses ini? Bagaimana Anda akan menerapkannya dalam pekerjaan Anda?

Pada tahap evaluasi, pemimpin pembelajaran perlu menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang Anda dapatkan dari pembelajaran ini yang paling berguna bagi pekerjaan Anda? Dibandingkan dengan sebelumnya, bagaimanakah tingkat pengetahuan dan ketrampilan Anda sesudah mengikuti pembelajaran ini? Bagaimana Anda akan memakai apa yang Anda pelajari dalam pelatihan ini dalam pekerjaan Anda?

Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya merupakan sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang dapat menolong pemimpin dan peserta pembelajaran menggerakkan proses pembelajaran. Sebagaimana biasa, perlu kreativitas untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang lebih sesuai dengan keadaan dan kebutuhan peserta pembelajaran tertentu.

Selasa, 01 Desember 2009

Perlunya Siswa Aktif Dalam Belajar

Kalau seorang anak berbuat kesalahan, apakah yang akan dilakukan orang tua, selain memukul, untuk menghukum anak tersebut? Menyuruhnya duduk diam di pojok kamar selama beberapa lama.

Jadi duduk diam lebih dari lima menit merupakan hukuman yang berat bagi seorang anak. Kalau demikianlah kenyataannya, mengapa para pendidik di negeri ini justru melakukan hal itu kepada anak-anak didiknya? Anak-anak dipaksa duduk diam mendengarkan guru/dosen berbicara selama berjam-jam setiap hari. Apa yang dapat diharapkan dari anak yang merasa terhukum ketika melakukan pembelajaran? Herankah kita bahwa anak-anak menjadi orang yang suka berkelahi, suka memberontak dan tidak punya inisiatif?

Berdasarkan penelitan neuroscience, otak memerlukan oksigen yang cukup untuk dapat berfungsi dengan baik. Jumlah oksigen yang dibawa ke otak akan meningkat kalau jumlah darah yang mengalir ke otak bertambah. Aliran darah ke otak lebih tinggi ketika tubuh bergerak aktif, daripada ketika duduk diam. Itulah sebabnya orang yang duduk diam cukup lama cenderung untuk mengantuk dan tertidur. Tetapi siapakah di antara kita yang pernah tertidur ketika bermain badminton, misalnya? Karena itu John Medina secara ekstrim mengajukan usul agar semua pelajaran dilakukan sambil berolah raga. Penulis tidak sependapat sepenuhnya dengan usulan ini. Tetapi penulis berpendapat bahwa sedapat mungkin dalam setiap pelajaran anak diajak untuk bergerak atau beraktivitas.

Selain membantu meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, gerakan atau aktivitas juga membantu anak mengingat pelajaran, karena kalau anak melakukan gerakan atau kegiatan ketika mempelajari suatu informasi, informasi tersebut dikodekan ke dalam memori jangka panjang bersama konteks kegiatannya. Jadi informasi tersebut dikodekan dalam dua moda memori: episodic memory (memori tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang) dan semantic memory (memori tentang pengetahuan umum). Misalnya, kalau anak belajar tentang satuan berat dengan menimbang tepung, gula dan mentega untuk membuat adonan kue bolu, misalnya, pengetahuan itu akan dikodekan dalam dua moda memori. Sedangkan kalau anak hanya mendengarkan guru memberitahu informasi, informasi tersebut disimpan hanya dalam bentuk semantic memory. Secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa informasi yang dikodekan dalam dua moda memori tentu lebih mudah diakses dan lebih sulit untuk dilupakan daripada informasi yang dikodekan dalam satu moda memori.

Aktivitas atau kegiatan juga memberi anak perasaan bahwa dia memegang kendali atas pembelajarannya. Ketika aktif melakukan berbagai kegiatan dalam pembelajarannya, anak merasa bukan sebagai penerima informasi yang pasif, tetapi sebagai peserta yang aktif mengendalikan proses pembelajarannya. Banyak penelitan tentang motivasi dalam pembelajaran menunjukkan bahwa persepsi seorang anak atas kendali pembelajarannya mempengaruhi motivasinya, dan pada gilirannya mempengaruhi prestasinya. Anak yang merasa bahwa dia memegang kendali atas pembelajarannya akan memiliki motivasi yang tinggi dan pada gilirannya akan memiliki prestasi yang tinggi.

Jadi tiga hal di atas merupakan alasan yang cukup kuat bagi pendidik untuk melakukan pembelajaran melalui kegiatan atau aktivitas. Banyak pilihan aktivitas yang dapat dipakai dalam proses pembelajaran: melakukan permainan seperti bola basket ketika belajar Matematika atau Fisika; melakukan kegiatan menari atau senam sambil belajar Bahasa Inggris; melakukan berbagai permainan ketika belajar Management. Siswa juga dapat melakukan praktek di laboratorium, atau di bengkel atau di dapur. Banyak sekali pilihannya. Dan semua kegiatan ini tidak harus membutuhkan biaya. Yang diperlukan adalah kreativitas untuk mengaitkan setiap konsep atau informasi dengan aktivitas yang mendukung pemerolehan konsep atau informasi tersebut. Memang hal ini tentu menuntut kerja yang lebih keras di pihak guru. Tetapi hasil yang dicapai akan memberikan kepuasan yang tidak ternilai bagi guru.