Minggu, 29 Maret 2020

BEBERAPA PELAJARAN DARI WABAH COVID-19

Oleh: Berton Halomoan Turnip
Hari-hari belakangan ini pikiran dan perhatian kita dikuasai oleh virus corona Covid-19, atau SARS Cov2, CCP virus. Sengaja saya pakai kata “dikuasai”, karena setiap orang sepertinya tidak bisa lepas dari topik virus ini. Tidak ada hari yang lewat tanpa membaca, menonton, mendengar atau membicarakan virus ini. Seluruh kehidupan kita terpengaruh oleh virus ini: sekolah, pekerjaan, hubungan kekeluargaan, bahkan hubungan di dalam keluarga. Hampir tidak ada aspek kehidupan yang tidak terpengaruh virus ini: pendidikan, kesehatan, perdagangan, transportasi, agama, budaya.
Suasana pada hari-hari ini ditandai dengan kekuatiran, ketakutan bahkan kepanikan yang meluas.  Ada juga yang mengambil keuntungan dari wabah ini. Misalnya, ada yang menjual barang-barang yang dibutuhkan dengan harga yang jauh lebih mahal. Ada yang memanfaatkan wabah ini untuk menyerang lawan politik, atau saingan bisnis, dan lain-lain. Yang paling membuat bergidik, ada orang-orang yang sengaja memperkeruh suasana dengan menyebarkan informasi-informasi yang membuat masyarakat semakin panik. Salah satunya adalah Deddy Corbuzier yang tanpa pemahaman yang memadai menyampaikan informasi-informasi yang membuat pendengarnya menjadi panik dalam video-videonya.
Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari terjadinya pandemi SARS CoV2 ini?
Pertama, dunia kita sangat rentan terhadap perubahan. Virus corona sudah sejak lama ada. Tubuh manusia sudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kekebalan terhadap kebanyakan virus corona, seperti flu musiman yang sering menyerang manusia di seluruh muka bumi ini. Tetapi virus yang ada bisa mengalami sedikit mutasi atau perubahan di dalam kode genetiknya, sehingga menghasilkan virus corona baru yang bisa membuat tubuh kita mengalami kesulitan, bahkan berakibat fatal.
Kedua, tubuh manusia rentan terhadap serangan virus yang sudah mengalami mutasi, tetapi juga mudah menyesuaikan diri untuk menghadapi berbagai serangan yang membahayakan dirinya.
Ketiga, virus ini, sebagaimana umumnya virus corona yang lain, sangat menular. Tingkat penularannya, yang terjadi melalui droplet dari orang yang terinfeksi, sangat tinggi. Penularan virus ini terjadi dengan sangat cepat dan meluas, dan laju penularan tertinggi terjadi di tempat-tempat yang kepadatan penduduknya tinggi, dan di tempat-tempat yang memungkinkan virus bertahan lebih lama di luar tubuh manusia. Kota-kota yang padat penduduknya mengalami laju penularan yang lebih tinggi dibandingkan desa-desa yang jarang penduduknya. Wilayah sub-tropis mengalami laju penularan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah tropis yang banyak sinar matahari.
Keempat, reaksi tubuh masing-masing orang berbeda terhadap virus ini. Ada orang yang sangat rentan, sehingga mengalami gejala yang sangat berat bahkan mematikan ketika terinfeksi virus ini. Ada yang sedang-sedang saja, sehingga hanya mengalami gejala sedang atau ringan saja ketika terinfeksi virus ini. Ada juga yang sangat kebal terhadp virus ini sehingga tidak menunjukkan gejala sama sekali ketika tertular virus ini. Sejauh ini data menunjukkan bahwa tingkat kerentanan ini berhubungan dengan umur dan adanya penyakit lain yang dialami orang yang tertular virus ini, tetapi tidak terlalu berhubungan dengan tingkat ekonomi sosialnya.  Semakin tua orang yang tertular, semakin rentan orang tersebut. Apalagi kalau orang tersebut memiliki penyakit lain atau kondisi-kondisi atau alergi yang memperburuk reaksinya terhadap infeksi virus ini.
Kelima, sikap masing-masing orang berbeda dalam menghadapi ancaman wabah. Ada yang menjadi panik, ada yang santai saja, ada yang waspada tapi tidak panik. Data menunjukkan bahwa sikap yang terlalu santai atau terlalu panik tidak produktif untuk menghadapi wabah ini. Sikap yang paling baik adalah waspada tapi tidak panik. Sikap ini memungkinkan kita untuk dengan tenang merencanakan apa yang perlu untuk melindungi diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita.
Keenam, keberadaan krisis sperti wabah covid-19 ini mengungkapkan watak manusia di sekitar kita. Di awal wabah ini ada ulama-ulama yang menyebut virus corona sebagai “laskar Allah” untuk membinasakan atau mempermalukan kelompok etnis tertentu. Ada juga para politikus yang mengambil kesempatan mempolitisasi wabah covid-19 ini dengan menyerang lawan-lawan politiknya. Ada orang-orang yang mengambil kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari adanya wabah ini. Tetapi ada juga orang-orang yang tulus, yang berjuang menolong orang lain yang tertular covid-19 atau terdampak oleh wabah ini, baik secara ekonomi maupun sosial. Ada orang-orang yang menyumbangkan tenaganya atau harta miliknya untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.
Ketujuh, keperdulian dan solidaritas masyarakat menentukan tingkat keberhasilan dalam mengatasi dampak wabah ini. Di satu sisi, di negara-negara yang penduduknya tidak terlalu perduli dengan keselamatan orang-orang lain di sekitarnya penularan dan kematian paling banyak terjadi. Di sisi lain, di negara-negara yang penduduknya perduli dengan keselamatan orang-orang di sekitarnya, yang ditunjukkan dengan kesediaan untuk menjaga diri dan orang lain, penularan dan kematian lebih rendah.
Kedelapan, terjadinya wabah seperti covid-19 ini mengungkapkan perlunya ketahanan (resilience), baik ketahanan pribadi maupun ketahanan masyakat. Ketahanan berarti kemampuan untuk memulihkan diri ketika mengalami kesulitan atau masalah. Secara pribadi, ketahanan menuntut: (1) adanya kemampuan fisik untuk meredam dampak masalah, sehingga tidak berakibat fatal; (2) adanya kemampuan untuk menangangi emosi secara layak ketika menghadapi kesulitan atau masalah yang tidak diharapkan; (3) adanya kemampuan keuangan untuk menahan dampak ekonomi dari masalah yang terjadi; (4) adanya kemampuan logistik untuk menyediakan kebutuhan hidup selama terjadinya masalah.  
Ketahanan fisik berhubungan dengan ketahanan tubuh untuk menghadapi masalah yang terjadi, seperti serangan covid-19, atau bencana lainnya. Ketahanan fisik dapat ditingkatkan dengan nutrisi yang cukup, olahraga, dan tidur yang cukup.
Ketahanan emosi berhubungan dengan kemampuan untuk tetap tenang dalam menghadapi masalah. Ketahanan emosi dapat ditingkatkan dengan memahami bahwa shits happen, semua orang bisa kena masalah, tetapi masalah pasti berlalu kalau kita bertahan. Ketahanan emosi juga dapat ditingkat dengan meyakini bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah.  
Ketahanan ekonomi berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan keuangan selama terjadi masalah. Ketahanan ekonomi menuntut setiap orang atau keluarga memiliki cadangan uang tunai senilai biaya hidup selama 3-6 bulan, atau ada juga yang mengatakan 3-6 bulan gaji.
Ketahanan logistik berhubungan dengan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar untuk hidup selama terjadinya masalah. Ini mungkin berarti kemampuan untuk menyimpan cadangan makanan dan kebutuhan dasar lainnya, atau kemampuan untuk mendapatkan atau membelinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar